Tim Akomodasi, Operasional haji di Daerah kerja (Daker) Makkah akan berakhir pada hari ini, Selasa, 26 September 2017.  Hal itu ditandai dengan pemberangkatan 11 kloter dengan jumlah seluruhnya sebanyak 4.352 jamaah. Ada sebanyak 441 jamaah yang telah tergabung dalam kloter 35 Embarkasi Makassar (UPG 35) menjadi rombongan terakhir yang dijadwalkan berangkat mulai dari Makkah pada pukul 18.57 waktu Arab Saudi (WAS). Sejak saat itu, seluruh jamaah haji Indonesia sudah meninggalkan Makkah. Hotel-hotel yang dijadikan untuk tempat tinggal sementara yang sebelumnya penuh dan ramai, kini kembali ke asalnya, kosong dan sepi. Persis kondisi pada tujuh bulan yang lalu, saat tim akomodasi berjuang untuk menyiapkan hotel untuk para jamaah haji.

Cerita Dibalik Tim Akomodasi Jelang Akhir Operasional Haji

Pada hari Senin, 20 Februari 2017, 12 petugas haji yang tergabung dalam tim akomodasi bertolak dari Indonesia menuju ke Arab Saudi. Mereka adalah Nasrullah Jasam sebagai Ketua Tim, Abduh Dhiyaurrahman sebagai Sekretaris, Amin Handoyo sebagai Waki Ketua Bidang Negosiasi, Fitsa Baharuddin sebagai Wakil Ketua Bidang Penyiapan,  Ihsan Faisal sebagai Koordinator Tamtir, M. Lutfi Makki sebagai Koordinator Kasyfiyah dan Ukur Jarak, Zulkarnain Nasution sebagai Koordinator Verifikasi Berkas, Alam Agoga Hasibuan, Muhammad Muslih, dan M Syarif sebagai Anggota Bidang Negosiasi, Mustika Putra sebagai Administrator Penyiapan, serta Rahmah Kurniati sebagai Administrator Negosiasi.

Di hadapan mereka semua, merentang panjang masa tugas yang diembannya, selama 100 hari, tim akomodasi hingga 25 Mei 2017 untuk melakukan pencarian hotel yang akan ditempati oleh jamaah haji. Lebih dari tiga bulan, mereka harus terpisah dari keluarga terutama anak dan istri, sebab untuk memulai tugas melayani jamaah haji.

Selama 100 hari harus berpisah dengan keluarga tentu bukan waktu yang cukup singkat dan tidak ringan untuk melalui itu. Namun, dalam waktu 100 hari untuk terus mencari hotel bagi 204 ribu jamaah haji Indonesia juga bukan waktu yang lama mengingat tingkat kesulitan yang tinggi seiring dengan keterbatasan hotel di tengah kompetisi di Arab Saudi.

Penyiapan

Ungkap Nasrullah, tim akomodasi yang bertugas berdasarkan aturan yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 9 tahun 2016 tentang Penyediaan Barang/Jasa dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji di Arab Saudi. “Untuk itu ada tiga tahapan yang harus kami lakukan, yakni: penyiapan, negosiasi, baru kontrak. Dari tiga tahapan itu, untuk dua tahap pertama mempunyai tantangannya masing-masing,” papar Nasrullah.

Lalu pada tahap penyiapan ini, tim akomodasi harus mencari hotel yang akan disewa untuk jamaah haji. Tidak sembarang hotel yang akan disewa. Tim juga harus memastikan semuanya itu sesuai dengan kriteria dan kualifikasi, serta prosesnya juga harus sesuai dengan aturan yang ada.

“Untuk tantangan pertama yang harus dihadapi oleh tim akomodasi adalah terkait kualifikasi,” tutur Nasrullah Jasam.

Kepada MCH Daker Makkah yakni Nasrullah mau berbagi kisah atas kerja keras timnya dalam berburu hotel yang akan ditempati oleh jamaah haji saat operasional haji.

Ada beberapa sejumlah kualifikasi hotel jamaah haji Indonesia yaitu: yang pertama, mudah untuk diakses. “Terkadang ada hotel yang bagus tapi aksesnya sangat sulit. Ini tidak dapat  untuk disewa karena kita juga harus bersinergi dengan layanan transportasi dan katering. Oleh sebab itu, akses atau letak hotel harus menjadi sebuah pertimbangan utama,” terang Nasrullah.

Yang termasuk dalam kemudahan akses adalah hotel tidak terletak di kawasan yang menanjak, karena itu akan menyulitkan para jamaah, khususnya jamaah yang lanjut usia (lansia). Nasrullah mengaku bahwa, pada tahun ini hanya ada satu yang agak menanjak (Hotel Sawi Mahbas), tapi tetap disewa di karenakan masih bisa utnuk dilalui dan pihak pemilik hotel mau menyiapkan 10 mobil golf sebagai moda pengantar ke halte bus shalawat.

Untuk yang Kedua, fisik hotel keadaan baik, termasuk fasilitas yang ada di dalamnya. misalnya, hotel harus memiliki lobby yang cukup luas, minimalnya itu 50 m2. Lobby luas juga diperlukan karena untuk memastikan jamaah nyaman saat baru tiba di hotel, meski banyak jumlah koper yang harus diangkut ke dalam,  minimal untuk 1 kloter.

Selain lobby luas, Hotel juga harus memiliki mushollah yang luas. Sebab, ada beberapa fase di mana kegiatan jemaah haji terkonsentrasi di hotel, utamanya saat jelang puncak haji. Jamaah juga memerlukan tempat untuk berkumpul, baik untuk koordinasi maupun penyuluhan. “Tim juga minta ada tempat untuk makan, pada saat pembagian katering,” imbuhnya.

Ketiga, hotel yang dipilih harus membentuk rumpun hotel. Dikatakan oleh Nasrullah, tim menghindari dalam penyewaan hotel yang letaknya itu menyendiri. Apalagi, kapasitasnya yang tanggung. Harus ada beberapa hotel yang jaraknya itu berdekatan sehingga membentuk satu rumpun. Ini sangat diperlukan untuk memudahkan dalam layanan katering dan transportasi. Karena itu, dalam penyediaan hotel pada tahun ini dibatasi pada enam wilayah saja, yaitu: Syisyah, Mahbas jin, Jarwal, Misfalah, Raudhah, dan Aziziyah.

“Halte transportasi belum bisa untuk ditentukan kecuali rumah sudah ada. Karena mengikuti letak rumah. Jadi, rumah juga harus memperhatikan layanan transportasi dan katering. Jadi ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan,” tambahnya.

Keempat, pada kapasitas hotel paling tidak minimal dapat menampung 1 kloter. “Karena itu tidak ada hotel yang di bawah 1 kloter atau hotel kecil. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pecah kloter selama jamaah berada di Makkah,” katanya.

Kelima, dokumen lengkap. Wakil Ketua Bidang Penyiapan yakni Fitsa Baharuddin menjelaskan, bahwa PMA membolehkan kepada tim akomodasi untuk melakukan proses penunjukan langsung. Mekanisme ini menurutnya lebih efektif jika dibandingkan pada tahun sebelumnya dengan menggunakan sistem pendaftaran. “Pada tahun 2014 itu kita masih menggunakan mekanisme pendaftaran. Yang daftarnya itu sampai 400 berkas. Yang harus di kasfiyah itu sudah hampir 300 hotel. Cara itu tidak efektif sama sekali,” terang Fitsa.

Selain dengan begitu lebih efektif, dengan menggunakan mekanisme penunjukan langsung juga menghindarkan tim akomodasi dari berhubungan dengan calo. Karena, setelah melakakukan pemeriksaan hotel, tim bisa secara langsung menghubungi pemiliknya untuk menyerahkan dokumen. Jika berminat di sewa oleh Indonesia, mereka akan menyerahkan dokumen tersebut.  “Dari dokumen itulah yang kemudian akan diperiksa secara komprehensif.  Kalau ok kita lanjutkan, kalau tidak ya akan kita tolak,” imbuhnya.

Namun dengan demikian, tetap saja ada orang yang selalu berusaha mencari celah. Terkadang, berkas sebuah hotel dibawa oleh lebih dari empat orang. Setiap dari mereka yang kita temui mengklaim sebagai pemegang kuasa. Maklum, anggaran pengadaan akomodasi lebih dari Rp 3triliun sehingga banyak orang yang akhirnya tergiur untuk menjadi calo.

Dengan hal ini, tim akomodasi harus pastikan lebih dahulu siapa pemegang kuasa yang sebenarnya. Salah satu caranya adalah dengan memeriksa dokumen terlebih dahulu. “Biasanya itu, dari tiga atau empat yang mengklaim sebagai pemegang kuasa, hanya satu yang saja yang bisa menunjukan surat kuasa dari pemilik hotel,” paparnya.

Gambaran tersebut, tutur Nasrullah, menunjukan bahwa mencari beberapa hotel di Makkah pada musim haji tidaklah hal yang mudah. Terlebih dengan jumlah jamaah haji Indonesia yang sangat banyak, hingga mencapai 204 ribu orang. “Bukan merupakan pekerjaan yang mudah di Makkah mencari hotel untuk sebanyak 204 ribu jamaah. Apalagi kita wajib mencari yang sesuai dengan kualifikasi tersebut. Di sini tim bekerja harus betul-betul capai secara fisik dan pikiran,” ungkapnya.

Kompetisi

Untuk Tantangan yang kedua dalam penyedian hotel jamaah haji Indonesia adalah terjadi kompetisi antar negara. Tantangan ini juga sangat berat, mengingat mekanisme pengadaan untuk  tiap negara tidak sama, berbeda-beda. Kita ini harus mmpunyai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan pagu maksimal, karena negara lain belum tentu sama. Bahkan, pada negara lain relatif bisa memasang harga jauh lebih tinggi di atas pagu (batasan daya tampung) Indonesia yang sebesar SAR4.375.

Namun dengan demikian, kata Nasrullah, Indonesia memiliki kelebihan tersendiri di mata para pemilik hotel di Makkah dan Madinah. Menurutnya, orang Arab lebih suka menyewakan hotelnya tersebut ke Indoensia karena pasca dihuni, kondisinya masih tetap bagus atau tidak rusak.

“Negara-negara lain padahal dapat menyewa hotel dengan harga sebesar 5.000 Riyal sementara kita hanya sebesar 4.500 Riyal, namun mereka lebih memilih kita, meski intervalnya 500 Riyal. Karena, cost yang harus mereka keluarkan untuk memperbaiki hotel setelah ditempati itu bisa mencapai 600 Riyal,” ungkapnya membuat perumpaaan.

Fitsa juga menambahkan kalau jamaah Indonesia juga lebih dikenal bersih sehingga aroma dalam hotel masih sealu tetap terjaga. “Satu-satunya keluhan yang dirasakan oleh pemilik hotel terhadap jamaah kita adalah terkait dengan konsumsi air yang berlebihan,” terangnya.

Negosiasi

Selesai mengenai tahap penyiapan, untuk yang selanjutnya ialah masuk tahap negosiasi. Terdapat dua hal yang harus untuk dinego, adalah: kapasitas dan harga. Dalam melakukan Negosiasi harga guna memastikan tidak melebihi plafon yang ada. Harga antara satu hotel dengan yang lainnya bisa berbeda-beda, tapi tim akomodasi tetap berusaha agar disparitasnya tidak terlalu jauh.

“Menurut kita yang penting tidak lebih dari HPS. Kalau lebih HPS itu baru salah. Untuk plafon kan rata-rata, bukan satuan. Kalau plafon satuan bisa babak belur kita. Rumah sektor tujuh itu 3.500 Riyal. Kalau plafonnya 4.375 Riyal, dia dapat menyimpan 875 Riyal untuk per rumah. Dengan begitu bisa menyumbang rumah di Jarwal yang harganya mahal atau di atas plafon,” papar Nasrullah.

Selain mengenai harga, juga dilakukan negosiasi kapasitas. Terkait soal itu dikenal istilah tasrih dan tamthir. Tasrih yang berupa sebuah keterangan dari Dinas Perumahan Saudi tentang kapasitas maksimal hotel. Sedangkan Tamthir adalah kriteria pengukuran yang dikeluarkan langsung oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi untuk ruang minimal adi setiap kamar. Tiap-tiap jamaah minimal mendapatkan ruang dengan ukuran seluas 3.5 meter persegi. Hasil tamthir itu sendiri tidak harus selalu sama dengan tasrih. Hasil kompromi antara  tasrih dan tamthir disebut dengan taksir.

“Misalnya, tasrih hotel A kapasitasnya itu 1500. Belum tentu kapasitas itu ideal ketika diisi oleh 1500 jamaah. Bisa saja malah menjadi sangat numpuk. Tamthir untuk memastikan setiap jamaah itu mendapatkan ruang yang ideal dalam kamar,” ungkap Nasrullah.

Kalau menurut Fitsa Baharuddin, dalam proses tamthir itu dilakukan per kamar. Karena,  bentuk kamar satu dengan yang lainnya terkadang beda sehingga ukurannya pun beda. “Jadi, ribuan kamar kita itu tamthir semua. Kita dibantu oleh tim tamthir yang mencapai hingga 20 orang,” paparnya.

“Hasil dari tamthir adalah 95 persen di bawah tasrih. Kita seringkali berdebat dengan pemilik hotel mengenai soal ini. Sebab hitungan kita itu kan satuan. Kalau klaim dia 1.500 sementara hitungan ideal kita hanya 1300 saja, berarti masih ada margin 200. Kalau kita kalikan 4.000 riyal, ada berapa ratus juta yang harus dia relakan. Sedangkan kita sendiri patokannya jamaah harus nyaman,” tambah Nasrullah.

Sesuai dengan PMA 9/2016, lanjut dia, tim akomodasi memiliki patokan, bahwa jamaah mendapat ruang cukup sehingga nyaman di dalam kamar. “Untuk satu kamar maksimal enam orang, karena kita juga memperhitungkan antrian kamar mandi,” katanya.

Dapat kita pastikan, lanjut dia, jika ada yang lebih dari enam orang dalam satu kamar adalah perbuatan jamaah itu sendiri yang memformat ulang. Meski kamar berukuran luas muat untuk 8 orang, tetap saja kita patok enam orang saja maksimal.

Dalam melakukan proses negosiasi ini juga tidak berlangsung sebentar. Sebab, negosiasi tidak jarang harus dilakukan sampai dua tiga kali pertemuan, baru akan selesai. Ada juga yang telah sepakat lalu mundur karena lebih tergiur dengan tawaran negara lain yang lebih tinggi.

Kasus pemilik hotel mundur bahkan sampai memberi kesan traumatik tersendiri bagi tim akomodasi. Setiap kali ada orang Arab yang berkunjung ke Kantor Daker Makkah, mereka sudah menduga kalau ada pemilik hotel yang akan mundur lagi, meski padahal hanya mau menyerahkan berkas saja.

“Proses awal dalam penyediaan akomodasi pada tahun 2017 ini sebenarnya relatif cepat. Tapi saat di tengah jalan, banyak yang pada mundur, bahkan hingga 20ribu kapasitas. Sehingga mencari hotelnya lagi kan tidak mudah,” kenangnya.

Kontrak

Selesai melakukan negosisasi, untuk tahap selanjutnya tu adalah kontrak. Menurut Fitsa, sebuah kesepakatan yang menjadi suatu hasil negosiasi itu kemudian diajukan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yaitu Staf Teknis Haji 1 KJRI di Jeddah untuk dapat melakukan kontrak. Dari kontrak tersebut, akan keluar tasrih yang baru, kemudian datanya akan dimasukan ke sistem e-hajj.

“Baru pemilik hotel akan mendapatkan pembayaran pada tahap pertama. Pada masa operasional ketika dia telah menempatkan beberapa persen jamaah, lalu selanjutnya dilakukan pembayaran tahap kedua. Dan tahap terakhir dilakukan setelah hotel sudah kosong,” papar Fitsa.

Setelah itu, apakah kerja tim semuanya sudah selesai? Sayangnya belum. Dari tim akomodasi masih harus melakukan pengecekan kembali. Karena saat itu masih ada beberapa hotel yang saat proses penyediaan kondisinya baru 90 persen. Misal, karpet dan spring bed masih harus diganti, tempat wudhu jamaah masih berbentuk westafel sehingga harus dibongkar terlebih dahulu, dan masih banyak lainnya.

Alhamdulillah, syukurnya, mulai dari awal pengadaan sampai operasional, kontrol terhadap hotel masih dilakukan terus-menerus sehingga hasilnya itu kelihatan. Persediaan air minum di hotel juga sangat melimpah. Karena saat itu, Saya menemukan di salah satu hotel, yang besoknya jamaah haji mau pulang, di kamarnya tersebut masih tersedia 4 dus air minum.

Kerja keras yang dilakukan tim akomodasi akhirnya berbuah hasil. Nasrullah pun menilai, awal usaha yang cukup melelahkan namun terbayar oleh lancarnya kegiatan jamaah salama operasional. “Pada tahun ini untuk urusan akomodasi kita capek di awal, tapi saat operasional alhamdulillah sekali tidak banyak masalah,” ungkapnya.

Hanya ada beberapa keluhan yang terjadi, terkait dengan listrik karena genset disana tidak berfungsi dan air, meski begitu, jumlahnya tidak signifikan. “Misalkan kita hitung dari jumlah 155 hotel yang disewa, trouble listrik terjadi di sekitar 10 – 15 hotel saja. Paling lama lampu mati itu hanya 4 jam, paling cepat ya setengah jam. Semua karena genset yang tidak berfungsi secara optimal. Sementara untuk keluhan mengenai soal air hanya ada 5 hotel saja,” bebernya.

Dari banyak jumlah 155 hotel yang disewa, untuk standard yang paling minimalis adalah Rehab Al Fatih Hotel. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan Kantor Daker Makkah, hotel tersebut masih jauh lebih baik. “Alhamdulillah meski begitu tidak ada komplain. Darti tuan rumah memberikan pelayanan yang sangat luar biasa berupa teh, kopi dan juz yang selalu tersedia setiap hari.

“Kami para tim telah melakukan penilaian. Lebih dari 90 persen penilaiannya itu bagus. Bahkan, ada 4 hotel yang mendapat nilai 100 dari jamaah haji, yaitu: hotel di sektor 7, 8, dan 11.

“Alhamdulillah, pada tahun ini juga ada efisiensi sekitar SAR100/jamaah sehingga total keseluruhannya itu mencapai puluhan miliar. Dan efisiensi itu tanpa mengurangi kualitas hotel itu sendiri,” tuturnya. Dapatkan selengkapnya tentang tour wisata mancanegara | tour wisata turki

Dan kini, Makkah akan segera kosong dari jemaah haji Indonesia. Sebagian dar mereka sudah pulang ke Tanah Air, sebagiannya lagi masih berada di Madinah.

“Alhamdulillah untuk mengenai proses yang masuk ke kita dapat kita pertanggung jawabkan. Kalau ada diantara mereka yang merasa terdzalimi, silahkan dapat di sampaikan. Insya Allah kita akan tetap professional,” paparnya. Operasional haji pada tahun ini akan segera berakhir dan tim akomodasi sudah harus mulai bersiap untuk melakukan persiapan haji pada tahun 2018.